KEHADIRAN MALAIKAT !

[Diikutkan dalam lomba fanfict The Chronicles of Audy Penerbit Haru]

“ UNO!! “ Teriak Rafael dan Rex berbarengan.
“Apa?” Tanyaku ketika melihat tatapan tajam dari kedua cowo itu.

Hening.

“Ada apa sih?” Tanyaku dengan raut kesal. Kenapa sih dengan kedua orang ini. Aku kembali melihat kartu kartu +4 dan +2 di tanganku.
“Satu langkah lagi. Satu langkah lagi…….”Batinku sambil tertawa.
“AUUUUUU!” Teriak kedua cowo itu menyadarkan lamunanku.
“Ada apa sih kalian?” tanyaku.
“Au,kamu tuh IQ nya berapa sih? Tadi kan aku dan Mas Rex ngomong Uno kan? Seharusnya kamu bertindak!” Ucap Rafael dengan tak sabaran.
“Bertindak? Bertindak apa?” Jujur aku ga ngerti. Dan apa – apaan sampai membawa IQ ku.
“Aduh, Au! Mas Rex, jelaskan dia sekarang.” Perintah Rafael sambil bangkit menuju kamar mandi. Tangannya terus memilin baju hitam kumalnya itu.
Kuperhatikan bocah itu sambil mendengus geli. Rafael sudah dibiasakan oleh “kami” semenjak sekolah dasar untuk tidak lupa sama Tuhannya di manapun ia berada. Ia selalu membiasakan membaca doa masuk kamar mandi, walaupun keadaannyanya darurat. Seperti kali ini.

Hening.
“Apa?” Tanyaku yang merasa diperhatikan oleh Rex. Kuputuskan untuk menatap matanya. Mungkin saja dia mengajakku bermain “ lama lamaan tatap mata”.
Rex yang merasa tatapannya dibalas dengan tatapanku yang menyihir ini segera membetulkan letak duduknya. Ia lalu menghembuskan nafas panjang.
“Audy, kamu tau kan. Kalau di suatu permainan Uno. Jika ada satu orang yang mempunyai sisa satu kartu, maka dia harus bilang “uno!”. Dan pemain lain juga harus mendahului berseru uno jika pemain lain ingin menang. Nah tadi kan aku dan Rafael berseru uno berbarengan, seharusnya kamu memutuskan siapa yang berseru uno duluan.” Jelas Rex panjang lebar .
“Lalu? Peristiwa itu kan sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Tentu, otakku yang mungil ini sudah menghapus memorinya dari tadi.” Jelasku sambil melotot ke arah Rex. Bocah ini tampan. Aku jad…
Ah, sebaiknya aku memperkenalkan aku dan keluarga aneh yang kumiliki ini. Dimulai dari diriku yang kelewat imut dan mempesona ini, namaku Audy Nagisa. Hobiku mengkoleksi foto cogan—cowo ganteng. Ga! Itu bohong. Hobiku beres – beres . Hal yang patut disyukuri oleh diriku adalah mengenal 4 cowo – cowo ajaib, yang namanya akan kusebut setelah ini.
Cowo ajaib pertama Regan. Entahlah, dia mempesona. Dulu, Ia tinggal bersama kami—Aku, Rex, dan Rafael. Namun, dua tahun yang lalu Ia melepas masa lajangnya dengan menikahi Maura. Cowo yang kedua namanya Romeo. Dia juga tidak tinggal bersama kami. Katanya dia pergi merantau untuk mencari “Juliet”nya— bohongin! Dia sedang mengikuti tour programmer bersama teman – temannya. Nah, yang ketiga ini namanya Rex. Dia pendamping hidupku—eak. Kami hidup dan tinggal berdua— maksudku bertiga bersama bocah ingusan yang sudah bisa mengelap ingusnya sendiri yang akan aku kenalkan setelah ini. Rex dengan sejuta pengetahuannya bisa memikat hati seorang wanita yang rapuh seperti diriku. Mmm, tapi sebenarnya aku lah yang memikat hatinya. Kini kami hidup sebagai pasangan suami istri. Aku jadi mengingat masa – masa kami pendekatan. Dulu…
“Au, kapan adikku akan lahir? Aku sudah tidak sabar mengajarkannya perkalian.” Suara cempreng ini membuyarkan semua lamunanku.
“ Sejak kapan kamu di sini, hah? Dan pose apa itu? Apa yang kamu lakukan? Rex, kenapa kamu juga ikut – ikutan, hah?” Tanyaku ketika melihat adik kakak ini melakukan pose “Roll depan”.
Yap, cowo yang sedang mempraktikan pose “ roll depan “ bersama suamiku itu namanya Rafael. Cowo imut yang kadang – kadang bikin ilfeel ini yang tinggal bersama Aku dan Rex. Bocah imut ini sudah duduk di bangku sekolah dasar dan sekarang hobinya adalah melakukan perkalian. Dia sudah bisa menghitung perkalian tanpa coret – coretan. Itu berkat peranku—maksudku Rex. Rex bahkan sudah pernah membelikan Rafael 3 buku setebal buku Harry potter yang isinya teknik perkalian serta ensiklopedia matematika. Dan itu diterima dengan suka cita oleh Rafael.
“ Kami akan melakukan Roll depan. Ini sangat mengasikan, Au! Ayolah!” Ajak Rafael sambil mempraktikann aksinya. Dan aku sebagai wanita perkasa mencoba menyanggupi ajakannya.
“Oke, Aku cob…”
“Audy, kamu ga kasihan sama anak kita? Kamu kan sedang mengandung. Tindakanmu akan melukai anak kita. Cobalah dewasa sedikit. Dan kamu Rafael, Audy kan sedang mengandung adikmu. Jadi, cobalah kamu menjaga agar Audy tidak melakukan hal – hal yang dapat membahayakan dirinya serta adik kamu yang ada di dalam perutnya. Kamu mengertikan prinsip – prinsip lelaki dewasa yang sudah diajarkan Mas tempo hari.” Nasihat Rex yang membuat seisi rumah hening.
“Ayo kita lanjutkan aksi kita di ruang tengah, Rafael.” Ajak Rex sambil melangkahkan kakinya ke ruang tengah. Diikuti Rafael yang meninggalkanku sendirian di teras belakang rumah.
“Huahhhhh, dimana sisi kedewasaan yang tadi Ia miliki?” Gerutuku sambil membereskan kartu uno yang kami mainkan tadi. Mulutku tak henti – hentinya mendumel kesal. Tiba – tiba kepalaku terasa sedikit pusing.
Segera aku tinggalkan teras belakang dan melangkahkan kakiku ke kamar tidur. Sepertinya sedikit rebahan dapat memulihkan otak kecilku ini.

Bunyi langkah kaki masuk membangunkanku dari tidur siangku. Kulirik sekilas orang itu, lalu kupejamkan mataku lagi. Itu Rex!
“ Audy.” Panggil Rex yang suaranya kini tepat di telinga kananku.
“ Au, Maafkan aku.” Ucap Rex sambil mengelus pipiku.
“ Maafkan ayah juga ya. Maafkan ayah telah membuat ibumu kesal.” Ucap Rex sambil menyentuh perutku dan mengelusnya.
“ Rex…” Kataku sambil menggenggam tangannya.
“ Tidak terasa ya anak kita akan segera lahir ke dunia ini.” Katanya sambil menerawang. Kurasakan tangannya membalas genggamanku.
“Hmm, Iya.” Kataku sambil bangkit dari tempat tidurku.
“ Bagaimana kalau kita periksakan kehamilanmu besok. Mengingat usia kehamilanmu yang sudah 8 bulan ini. “ Ucap Rex sambil bangkit dan mengecup dahiku cukup lama.
“ Boleh.” Jawabku singkat. Rex hanya tersenyum.
“Mmm, Rex. Aku ingin martabak.” Kataku pelan.
“ Adudu, anak ayah udah mulai beraksi lagi. Oke, apasih yang ga buat anak ayah?” Katanya sambil tersenyum jahil.
“ Tapi, martabaknya isinya madu. Dan madunya harus kamu dapatkan sendiri. Jangan sampai membeli. Awas aja sampai ketahuan membeli. “Jelasku ditanggapi pelototan oleh Rex. Aku hanya mengangkat bahu dan bergegas mencuci muka. Meninggalakan Rex yang terdiam di sofa kamar kami.

Tanganku bergerak mengelus pelan perut besarku ini. Sekarang aku dan Rex sedang berada di rumah sakit tempat biasanya aku periksa. Suara alunan lagu klasik tidak pernah berhenti dari walkman yang dipegang oleh ku. Yap, ini ulah Rex. Katanya itu baik untuk anak kami.
“ Nyonya Audy.” Panggil salah satu suster yang muncul dari balik pintu ruang periksa.
“Yuk Au!” Ajak Rex sambil menggenggam tanganku. Tidak lupa aku menyimpan walkman punya Rex ke dalam tas rajutan yang aku bawa.
Selama pemeriksaan, Rex dan dokter tidak pernah menggunakan bahasa manusia. Bahasa medis apa lah itu selalu bersahut – sahutan. Aku sebagai gadis—Emm maksudku calon ibu hanya bisa me-ra-tap.
“Au, keaadaan bayimu normal. Letak calon baby nya pun benar, tidak sungsang. Jadi, menurut prediksi saya kamu bisa melahirkan tanpa melakukan operasi. Mmm, tentang waktu kelahirannya, sepertinya ini maju sesuai perkiraan. Dua minggu lagi mungkin.” Jelas dokter sambil tangannya bergerak sibuk mencatat – catat.
“Mmm…” Aku hanya bisa begumam. Menahan haru. Aku sebentar lagi calon ibu.

Sekarang di sinilah aku. Di pelataran rumah yang cukup luas yang di sekelilingnya ditumbuhi banyak pepohonan. Omong – omong soal Rafael. Dia sedang kerja kelompok membuat mading yang berisikan artikel – artikel orang terkenal. Aku hanya bisa berharap kalau isi artikelnya bukan tentang model Victoria Secret. Hihihi.
Sambil menatap jauh di sudut perkebunan, Aku memperhatikan Rex dan Regan yang sedang sibuk menyiapkan “ aksi “ nya.
“ Rex, mereka cukup agresif. Jadi kamu hati – hati ya. Jangan gunakan rumus rumusmu di sini. Gunakan perasaan. Mas percaya kamu bisa, Rex!” Ucap Regan dengan penuh wibawa.
“Mmm…” Rex hanya bisa bergumam dan untuk kesekian kalinya dia kembali memeriksa perlengkapannya.
“ Okay Rex, dengarkan Mas. Mulailah sekarang!” Perintah Regan.
Rex lalu mulai memanjat salah satu pohon sambil membawa sabongkah kayu berasap. Tangannya lalu mengibaskan secara cepat ke arah sarang lebah yang paling besar. Dan…

“ Rex!!” Teriakku ketika melihat Rex jatuh dari salah satu pohon.
Tidak ada jawaban. Mukanya masih membelakangiku.
“Rex, kamu ga apa – apa kan?” Tanyaku sambil mengambil tempat di depan Ia terduduk. Regan tadi segera berlari menuju ke dalam rumah sambil memanggi Maura.
Rex masih tidak menjawab. Mukanya masih menunduk.
“ Rex ku yang tampan.” Godaku sambil mengacak – acak rambut ikalnya.
“ #!&^%(;/>,{<+=” Kata Rex yang lebih terdengar seperti gumaman.
“Apa? Gajelas, Rex!” Tanyaku sambil mengernyitkan dahi.
“!~0*$%^&#@?/.,” Masih terdengar seperti gumaman.
Suara gemerasak daun kering mengalihkan pandanganku ke arah Regan dan Maura yang berlari – lari sambil membawa botol minyak dan air mineral.
“Misi, Dy!” Perintah Regan yang sekarang sudah merebut posisiku—maksudnya posisi tempat aku berada.
“Rex, ini minum dulu. You look shock!” Perintah Regan sambil membuka botol air mineral. Kudengar suara Maura yang menahan tawa.
Aku merasa diasingkan. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang mereka sembunyikan dari diriku ini? Kenapa dengan, Rex? Apa jang…
“ Rex!! Kenapa wajahmu jadi seperti itu?” Tanyaku sambil mengelus wajah Rex yang berbentol besar – besar.
“~!@#$%^&*&%*()…..” Belum sempat Rex meneruskannya, aku segera memotong ucapannya.
“Rex. Maafkan Au.” Kataku masih sambil mengelus mukanya.”Liat daddy mu, Nak. Ini demi kamu, agar kamu kelak tidak ileran setelah lahir di muka bumi ini.” Kataku sambil menatap perut besarku.
“Drama sekali mereka.” Ucap Regan yang segera disetujui oleh Maura.
Kubalas tatapan sengit ke arah mereka—Regan dan Maura. Lalu kembali beralih ke wajah tampan Rex yang terkena cobaan. Rex juga menatapku lalu menatap perut besarku.
“ @#$$%%^^&” Kata Rex sambil mengelus perut besarku.
“&*(&^*((&^@3#” Balasku dengan gumaman juga. Eh, tunggu dulu! Kenapa aku jadi ikut seperti ini. Gumaman Syndrome!!! Kurasakan perutku seperti ditendang – tendang oleh Rex kecil disana.

“Missy! Ih gue kangen sama lo. Makin cantik aja deh lo! “Rasa kangen ku teratasi karena pada akhirnya aku bisa melihat sahabatku itu.
“ Eh,Bumil—Ibu hamil! Lo kali yang tambah cantik. Makin chubby gitu pipinya.” Katanya sambil memasang tampang iri.
“Kapan nih kita meet up. Pokoknya waktu anak gue lahir, gue mau ada lo di sana!” Kataku sambil memasang tampang memelas.
“Mmmm….Dateng ga ya?” Ini terdengar seperti candaan.
“Eh, udah dulu ya. Rex udah dateng tuh. Btw, cepat cari jodoh!” Kataku yang berniat menggodanya. Mukanya terlihat cemberut dengan bibir mengerucut.
“Whatever. Bye!” Katanya sambil mematikan video call kami.
Aku bangkit dari tempat tidurku dan segera menghampiri Rex yang terlihat kelelahan.
“Mmm, sepertinya ada yang capek nih.” Kataku sambil melepas dasinya.
“Duh, anak ayah! Ibumu kenapa, hah?” Tanya Rex sambil mendekatkan telinganya ke perutku.
“Hihihi.”Aku hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah Rex.
“Rafael!! Ngapain kamu disitu?” Seruku ketika melihat Rafael juga melakukan hal yang sama seperti Rex lakukan.
“Aku hanya mencoba mendengar. Sebentar lagi adikku lahir ya?” Ucapnya dengan tatapan polos.
Namun raut Rafael tiba – tiba berubah murung. Matanya masih menatap perut besarku itu sambil berkaca – kaca.
“Rafa! Kenapa?” Tanyaku sambil mencoba menatap wajah bocah kecil itu.
“Au! Apakah adikku akan segera lahir?” Tanya Rafa sambil menatap mataku.
“Ya, tentu. Memangnya kenapa?” Tanyaku sambil merapikan rambut hitam milik Rafael yang terlihat berantakan.
“Apa itu artinya kamu dan Mas Rex akan tidak sayang aku lagi kalau adik lahir? Aku takut, Au!” Tanyanya yang membuat mataku juga berkaca – kaca. Rex yang mendengar dan melihat Rafael segera pergi ke kamar. Sekilas, kulihat tangannya menghapus butiran air di sudut matanya.
“Tidak, Rafa. Dengarkan aku! Rafa dan adik tidak akan luput dari kasih sayang aku dan Mas Rex. Sampai kapan pun. Dan kabar baiknya, Rafael akan merasakan kasih sayang dari satu orang lagi, yaitu adikmu.” Jelasku sambil tersenyum. Masih dengan menatap Rafael.
“Begitu ya?” Tanyanya yang segera kujawab dengan anggukan semangat.

Kini aku sedang berada di ranjang putih rumah sakit bersalin tempat biasanya aku memeriksakan kandunganku. Disekelilingku sekarang sudah ada Rex, Rafael, Regan, Missy, Maura, dan keluargaku. Setelah beberapa jam yang lalu aku merasakan rasa mulas yang begitu hebat, dan beberapa menit lagi dokter akan segera masuk karena aku harus melakukan operasi. Oiya, aku belum kasih tahu ya? Beberapa hari yang lalu ketika aku memeriksakan kandunganku. Dokter mengatakan kalau Rex kecil posisinya menyamping dan itu agak sulit untuk dilakukan dengan normal dan dokter menganjurkan untuk bersalin dengan operasi saja. Aku sih tidak mempermasalahkannya asalkan anak dan diriku selamat.

“Selamat ya Dy!! Akhirnya keponakanku lahir juga!!” Ucap Maura sambil memeluk dan menyiumiku. Kulihat Regan sedang menghampiri Rafael yang sedari tadi menjaga anakku di tempat tidurnya. Like a bodyguard ! Hihihihi.
Rex? Tadi Rex izin ke luar untuk menerima paket yang dikirim oleh Romeo. Katanya Romeo mengorbankan harga dirinya untuk membeli paket itu.
“ Romeo gimana kabarnya Dy?” Tanya Missy pelan. Dia sedari tadi terus menjagaku setelah aku bersalin.
“Ehm.” Dehamku mencoba menggodanya.
“A..aku kan cuma nanya.” Katanya salah tingkah. Aku sudah tau hubungan Missy dengan Romeo. Mereka saling suka tapi mengelak setiap ditanyak hubungan satu sama lain.
“Telefon lah kalau mau tau kabarnya.” Kataku sambil tertawa. Disusul suara Maura dan Regan yang ikut tertawa. Membuat pipi Missy bersemu merah.
Tawaku berhenti ketika menyadari suara…
“Siapapun di dalam.Tolong bukakan pintu!” Teriak Rex dari luar ruangan.
Regan segera bergegas meraih knop pintu dan membukanya.Dan…
“Astaga, Rex! Apa itu?” Tanyaku ketika Rex membawa kardus besar bertuliskan ”Dari Romeo, untuk keponakanku yang semoga mewarisi ketampananku.” Apa – apaan itu?
“Coba buka, Rex! Besar sekali kerdusnya.” Ucapku yang segera diiyakan oleh Rex.
Jeng jeng jeng…
Sobekan pertama pun dilakukan…
Jeng jeng…
Bungkus kado mulai terkelupas semua…
Dan masih ada sampul coklat di lapisan berikutnya…
Jeng Jeng…
Dan…
“ Halo, keponakanku! Ini dari pamanmu. Semoga bermanfaat ya! Btw, tema ini limited loh. Sampaikan salam paman buat ayah dan Ibumu. Salam juga buat 4R lainnya. Aku sayang padamu.” Suara Romeo berhenti berputar dari tape recorder kecil yang ditemukan Rex diantara puluhan pempers serta peralatan bayi lainnya yang bergambar astronot, alien – alien, serta galaxy.
“Adudu, anak ayah udah bangun ya? Pasti gara – gara mendengar suara Paman Romeo.” Ucap Rex sambil menggendong anak kami di sambut gelak tawa satu ruangan.
Inilah kehidupanku yang dikelilingi makhluk—maaf makdsuku orang – orang yang tingkahnya ajaib. Tapi tanpa mereka hidupku akan datar datar saja. Iya. Dan sekarang diriku tambah bahagia setelah kehadiran malaikat kecilku.
So happy!!!!!!!

IMG_20141214_143526

One thought on “KEHADIRAN MALAIKAT !

Leave a comment